Bersabar Dalam Mengikuti Jejak Salafush Shalih
Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas
Bersabar Dalam Mengikuti Jejak Salafush Shalih adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada 18 Shafar 1440 H / 27 Oktober 2018 M.
Ceramah Agama Islam Tentang Bersabar Dalam Mengikuti Jejak Salafush Shalih
Pada pekan yang lalu, kita membahas 8 poin dari hadits ‘Irbadh bin Sariyah. Kemudian kita membahas juga tentang hadits iftiraqul ummah (terpecah-belahnya umat). Dan ini adalah hadits shahih yang Nabi menyebutkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan; 72 masuk neraka dan 1 yang masuk surga, Nabi menyebutkan dengan, “Al-Jamaah”
Al-Jamaah yang dimaksud adalah -kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-:
…كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ
“Semuanya masuk neraka kecuali satu: Apa yang aku laksanakan dan para sahabatku laksanakan.” (Hadits hasan riwayat Imam Tirmidzi dan Hakim dari sahabat Abdullah bin Amr)
Kemudian saya bawakan juga penjelasan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu tentang wajibnya kita mengikuti jejak para sahabat karena agama Islam sudah sempurna.
اتَّبِعُوا، وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hendaklah kalian mengikuti jejaknya para sahabat, jangan mengadakan sesuatu yang baru dalam agama, sungguh kalian sudah dicukupkan dengan agama Islam ini (agama Islam sudah sempurna), dan setiap bid’ah adalah sesat” (Diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi dan Al-Lalika’i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah)
Kemudian saya bawakan juga perkataan Abdullah bin Mas’ud -di halaman 110 di buku ini-, saya sudah jelaskan bahwa diantara kelebihan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana penjelasan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, kalau kita mau mengikuti jejak dalam kita beragama ini, ikuti jejaknya para sahabat. Kata Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
“Barangsiapa yang ingin meneladani hendaklah ia meneladani para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Kenapa kita harus mengikuti jejak para sahabat? Abdullah bin Mas’ud menjelaskan:
Pertama, para sahabat adalah orang yang paling baik hatinya dan Allah ridha dengan para sahabat. Allah yang Maha Tahu tentang hatinya para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Kedua, para sahabat adalah orang yang dalam ilmunya. Allah menyeebutkan bahwa para sahabat adalah orang yang berilmu. Telah dibawakan 2 ayat pada pekan yang lalu. Surat Saba’ ayat 6 dan surat Muhammad ayat 16. Jadi para sahabat adalah orang yang paling dalam ilmunya dari semua manusia.
Ketiga, para sahabat adalah orang yang paling sedikit bebannya. Artinya mereka kalau ditanya suatu masalah agama, yang mereka bisa jawab, mereka menjawab. Adapun yang tidak, mereka tidak menjawabnya. Sehingga beban mereka sedikit.
Pernah ada 120 sahabat badr yang semuanya sudah dijamin masuk surga, tidak akan disentuh api neraka sama sekali. Mereka ditanya tentang ilmu. Yang satu menyerahkan kepada yang lain sampai kembali lagi. Mereka tidak takalluf (memberat-beratkan diri). Itu adalam asalah agama. Dalam masalah dunia pun begitu juga. Jika mereka mampu, mereka beli. Jika mereka tidak mampu, ya sudah. Mereka tidak menumpuk hutang. Banyak orang pada zaman sekarang ini takalluf. Sedangkan para sahabat bukanlah orang yang takalluf.
Maka dari itu dikatakan oleh Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu dalam hadits yang shahih:
نُهِينَا عَنِ التَّكَلُّفِ
“Kami dilarang oleh Rasulullah dari takalluf.” (HR. Bukhari)
Memberat-beratkan diri tidak boleh. Dalam masalah agama, kita wajib melaksanakan apa yang Allah perintahkan, menjauhkan apa yang Allah larang dan ketika kita ditanya satu masalah agama yang bisa kita jawab maka kita jawab, adapun yang tidak, maka tidak ada masalah.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri ketika Nabi tidak tahu tentang suatu masalah agama, Nabi diam sampai turun wahyu. Itu Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seperti Nabi ketika ditanya ruh, Nabi diam sampai Allah turunkan ayat. Dan banyak yang seperti itu.
Makanya ulama Salaf, syiarnya mereka dalam masalah ilmu adalah, “Saya tidak tahu.” Maka dikatakan bahwa mengatakan “Saya tidak tahu” itu adalah setengah dari agama.
Keempat, para sahabat adalah yang paling lurus petunjuknya. Ini jelas, karena mereka yang dibina, dibimbing, ditarbiyah oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lurus dalam beragama, tidak bengkok. Maka nanti diakhirnya disebutkan bahwa mereka diatas jalan yang lurus.
Kelima, para sahabat orang yang paling baik keadaannya. Kalau kita lihat kehidupan mereka, dalam ibadah mereka paling baik, dalam rumah tangga mereka paling baik, dalam muamalah mereka paling baik, dalam masalah akhlak mereka paling baik, dalam berjihad mereka yang paling baik, semua paling baik.
Makanya Allah memuji mereka dan Allah masukkan mereka ke surga karena keadaan mereka yang paling baik. Kehidupan mereka sederhana. Ketika mereka senang bersyukur kepada Allah dan ketika mereka susah mereka bersabar. Semua ibadah dilaksanakan kepada Allah Subhanahu Ta’ala.
Dan ketergantungan mereka kepada Allah sangat kuat, cinta mereka, harap mereka, takut mereka, luar biasa para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Keenam, para sahabat adalah satu kaum yang Allah pilih untuk menemani NabiNya. Artinya ini pilihan Allah. Allah memilih para sahabat menemani Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk membela agamaNya, untuk menegakkan agamaNya, untuk berjihad, untuk mendakwahkan dakwah tauhid, untuk melaksanakan sunnah dan membela sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Inilah para sahabat. Mereka merupakan pilihan Allah dan mereka adalah orang-orang terbaik. Tidak mungkin Allah pilihkan untuk NabiNya orang yang paling jelek, tidak mungkin!
Makanya dikatakan selanjutnya, “Hendaklah kalian kenal tentang keutamaan mereka.” Dan tentang keutamaan para sahabat ini, Imam Ahmad menulis kitab tentang Keutamaan Para Sahabat. Dan dalam kitab shahih bukhari, muslim atau yang lainnya, itu ada tentang manaqib (keutamaan-keutamaan) para sahabat.
Dan Ikutilah Jejak Mereka
Kenapa kita wajib mengikuti jejak mereka? Karena mereka berada diatas jalan yang lurus. Ini yang wajib kita ikuti. Setiap hari kita minta kepada Allah:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
“Ya Allah tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukannya jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah[1]: 6-7)
Jalan mereka adalah jalan yang lurus, maka itu kita wajib mengikuti jejak mereka.
Berkata Imam Al-Auza’i Rahimahullah (seorang Imam dari Imam Ahlus Sunnah yang wafat tahun 157 Hijriyah) beliau mengatakan:
اصبر نفسك علي السنة وقف حيث وقف القوم، وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه، واسلك سبيل سلفك الصالح، فإنه يسعك ما وسعهم
“Bersabarlah dirimu diatas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat tegak diatasnya, katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya, dan ikutilah jalan salafush shalih, karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka.” (Diriwayatkan oleh Al-Lalika’i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah)
Di sini yang menjadi syahid adalah “Ikutilah jejak salafush shalih“. Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in memerintahkan kita untuk mengikuti jejak salafush shalih. Yang dimaksud salafush shalih adalah para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum ‘Ajma’in.
Di sini disebutkan disuruh bersabar di atas sunnah. Artinya untuk berpegang diatas sunnah ini cobaannya banyak, ujiannya banyak, tantangannya banyak, celaannya juga banyak. Makanya kita harus sabar diatas sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengikuti jejaknya Rasulullah dan para sahabatnya Radhiyllahu ‘Anhum ‘Ajma’in.
Kemudian, “Tegaklah kamu sebagaimana mereka tegak, ucapkan apa yang mereka ucapkan.” Apa yang mereka katakan berkaitan tentang aqidah, tauhid, asma wa sifat, katakan sebagaimana mereka katakan.
“Dan tahanlah dirimu sebagaimana mereka menahan dirinya” Mereka tidak pernah bertanya tentang bagaimana sifat Allah. Maka ketika Imam Malik ditanya tentang masalah kaifiat, Imam Malik diam. Ketika Imam Malik membawakan ayat:
الرَّحْمَـٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ ﴿٥﴾
“Allah bersemayam di atas ‘Arsy.” Artinya Allah istiwa’ di atas ‘Arsy.
Kemudian ada yang bertanya “Bagaimana istiwa’?” Imam Malik diam sangat lama sampai dia mengeluarkan keringat. Hal ini karena belum pernah ada orang yang menanyakan hal ini. Lalu akhirnya dijawab oleh Imam Malik:
الاستواء معلوم، والكيف مجهول، والإيمانُ به واجِب، والسؤالُ عنه بدعة
“Istiwa’ itu telah diketahui, sedangkan bagaimana Allah istiwa’ tidak ada yang tahu (karena Allah tidak memberi tahu dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga tidak memberi tahu), mengimaninya (Allah beristiwa’ di atas Arsy) adalah wajib, dan menanyakan tentang masalah itu adalah bid’ah.”
Jadi tidak boleh seseorang menanyakanatau memikirkan masalah itu. Allah menyebutkan dalam 7 ayat Al-Qur’an:
الرَّحْمَـٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ ﴿٥﴾
Wajib kita imani dan tidak boleh bertanya bagaimana Allah (beristiwa’)? Tidak boleh mengatakan, “Kalau begitu Allah butuh tempat.”
Allah tidak butuh tempat! Kenapa harus ditambah dengan kalimat “Allah butuh tempat”?
Allah istiwa’, ya sudah imani bahwa Allah berada di atas langit yang ke-7 di atas ‘Arsy.
Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan:
ينزل رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ
“Allah turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam yang akhir.” Ini wajib kita imani. Bahwa Allah turun ke langit dunia. Hadits ini shahih riwayat Bukhari Muslim dan yang lainnya. Nabi tidak pernah menjelaskan bagaimana turunnya Allah. Kewajiban kita mengimani. Dasar dalam masalah aqidah ini adalah iman. Kita sebagai seorang mukmin wajib mengimani bahwa Allah turun ke langit dunia.
Tidak boleh kita tanyakan, “Kan dunia ini malamnya berbeda-beda, berarti Allah turun setiap saat.” Itu adalah ra’yu. Ini kita berbicara tentang Allah Rabbul ‘Alamin, yang menciptakan seluruh makhluk, langit, bumi, Arsy’ dan semuanya. Jangan kita gunakan akal kita untuk beratanya “bagaimana”. Tidak boleh. Tidak boleh juga mentakwil bahwa yang turun adalah rahmatNya.
Jadi, “Tahan dirimu sebagaimana mereka menahan.”
Sahabat, kalau antum lihat, mereka ada orang-orang Baduy, ada orang Muhajirin, ada orang Anshar, ada orang yang baru masuk Islam, ketika Nabi berbicara tentang masalah ini, tidak ada satupun yang betanya. Hal ini karena Nabi membina mereka diatas iman, iman!!
Jadi setiap datang dalil, imani, taslim, tunduk, tidak menanyakan, tidak memikirkan. Maka ketika berbicara tentang nama dan sifat Allah ini kewajiban kita adalah untuk menerima. Tidak boleh kita menggunakan akal kita. Makanya dalam hadits, Nabi bersabda:
تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَفَكَّرُوا فِي اللهِ
“Pikirkan tentang makhluk Allah, jangan sekali-kali memikirkan tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Simak menit ke-28:06
Dengarkan dan Download MP3 Kajian Tentang Bersabar Dalam Mengikuti Jejak Salafush Shalih
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48051-bersabar-dalam-mengikuti-jejak-salafush-shalih/